Pada 1996 silam, di babak penyisihan Grup A Piala Asia, Widodo Cahyono Putro bersama timnas Indonesia membuat dua kejutan. Pertama menahan Kuwait, sang juara Piala Teluk 1996, dengan skor 2 2. Satu lagi adalah gol salto sensasional yang dicetak pada babak pertama.
24 tahun setelahnya, nama Widodo kembali diperbincangkan. Gol saltonya masuk ke dalam nominasi gol gol terbaik yang pernah lahir di pentas Piala Asia. Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) membuat ajang penghargaan bertajuk "AFC Bracket Challenge" di tengah pandemi Covid 19. Hasilnya?
Berkat suara yang diberikan warganet, Mas Wiwid sapaan akrabnya dinobatkan sebagai pencetak gol terindah se Asia. Di final, ia mengumpulkan 72 persen suara. Sisanya diperoleh pemain Lebanon, Abbas Chahrour yang mencetak gol ke gawang Irak pada Piala Asia 2000.
Sepanjang wawancara, tawa Widodo kerap terdengar sekalipun bibirnya tak kelihatan sebab tertutup masker. Berikut petikan wawancara dengan Widodo yang berlangsung di Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (24/9) sore. Memang saat itu Kuwait baru saja menjuarai Piala Teluk (1996) ya. Tapi kami di bawah pelatih Danurwindo telah mempersiapkan diri dengan baik.
Kami melakukan pemusatan latihan di Genoa, Italia untuk mematangkan pertandingan. Bahkan sebelum laga melawan Kuwait, kami uji coba di Jeddah melawan Arab Saudi namun kalah 1 3. Selanjutnya kami ke Uni Emirat Arab untuk Piala Asia 1996. Saat itu pertandingan pertama adalah melawan Kuwait dan kami bisa menahan mereka dengan skor 2 2. Satu hari sebelum pertandingan, saya menonton laga Korea Selatan versus Uni Emirat Arab.
Saat itu saya mendapatkan ketenangan dalam hati, dan pada malam harinya saya berdoa, 'Tuhan, kalau memang Tuhan ingin memberikan sesuatu untuk saya, saya ingin memberikan sesuatu bagi Indonesia di pertandingan besok'. Ternyata doa saya dikabulkan Tuhan. Ada pula sisi lainnya mengapa gol ini bisa terjadi, mungkin karena saya fokus, apa yang saya pikirkan di malam hari, terjadi di pertandingan itu. Spontanitas, refleks, keputusan cepat, saya ambil.
Saya menyadari kecepatan bola lebih cepat dari gerak badan saya, sehingga keputusan segera saya ambil. Jadi di malam hari itu, saya sudah memikirkan semua jenis peluang yang datang, saya membayangkan arah datangnya bola, dan apa yang akan saya perbuat. Semua sudah tertanam di otak saya untuk cepat mengambil keputusan dan memanfaatkan momen.